Istilah whistle blower danjustice collaborator kini kerap muncul dalam penanganan kasus korupsi di KPK. Istilah keduanya dikutip dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Dalam SEMA disebutkan,whistle blower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya. Sedangkan justice collaboratormerupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.

Tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Sehingga, tindak pidana tersebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.

Dalam SEMA dijelaskan bahwa keberadaan dua istilah ini bertujuan untuk menumbuhkan partisipasi publik dalam mengungkap suatu tindak pidana tertentu tersebut. Salah satu acuan SEMA adalah Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3) Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) tahun 2003. Ayat (2) pasal tersebut berbunyi, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini.

Sedangkan Ayat (3) pasal tersebut adalah, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan kekebalan dari penuntutan bagi orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan (justice collaborator) suatu tindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini.

Ketentuan serupa juga terdapat pada Pasal 26 Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisir (United Nation Convention Against Transnational Organized Crimes). Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi menjadi UU No. 7 Tahun 2006 dan meratifikasi Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional menjadi UU No. 5 Tahun 2009.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, menjadi whistle blowermaupun justice collaborator memiliki perlindungan berbeda satu sama lain. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Pasal itu menyebutkan, whistle blower atau saksi pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau yang telah diberikan. Sedangkan justice collaborator atau saksi sekaligus tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Namun, kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidananya.

Untuk menyamakan visi dan misi mengenai whistle blower dan justice collaborator, dibuatlah Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Peraturan Bersama tersebut mengatur tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.

Menurut Denny, terdapat empat hak dan perlindungan yang diatur dalam peraturan bersama ini. Pertama, perlindungan fisik dan psikis bagi whistle blower dan justice collaborator. Kedua, perlindungan hukum. Ketiga penanganan secara khusus dan terakhir memperoleh penghargaan.

Untuk penanganan secara khusus, terdapat beberapa hak yang bisa diperoleh whistle bloweratau justice collaborator tersebut. Yakni, dipisahnya tempat penahanan dari tersangka atau terdakwa lain dari kejahatan yang diungkap, pemberkasan perkara dilakukan secara terpisah dengan tersangka atau terdakwa lain dalam perkara yang dilaporkan.

Kemudian, dapat memperoleh penundaan penuntutan atas dirinya, memperoleh penundaan proses hukum seperti penyidikan dan penuntutan yang mungkin timbul karena informasi, laporan dan atau kesaksian yang diberikannya. Serta bisa memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa menunjukkan wajahnya atau menunjukkan identitasnya.

Selain penanganan secara khusus, saksi sekaligus pelaku tindak pidana tersebut bisa memperoleh penghargaan berupa keringanan tuntutan hukuman, termasuk tuntutan hukuman percobaan. Serta memperoleh pemberian remisi dan hak-hak narapidana lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila saksi pelaku yang bekerjasama adalah seorang narapidana. Semua hak ini bisa diperoleh oleh whistle blower atau justice collaborator dengan persetujuan penegak hukum.

Dalam kasus korupsi yang ditangani di KPK, setidaknya ada dua orang yang sudah disebut sebagai justice collaborator. Pertama, mantan Anggota DPR dari Fraksi PDIP Agus Tjondro Prayitno yang divonis bersalah menerima suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tahun 2004. Agus sendiri sudah memperoleh pembebasan bersyarat sejak akhir Oktober tahun lalu.

Selain itu, Agus, mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang juga memperoleh label justice collaborator. Rosa sendiri telah divonis bersalah karena menyuap Sesmenpora Wafid Muharram dalam proyek pembangunan wisma atlet di Palembang. Kini, Rosa tengah menunggu pembebasan bersyarat. Sebelumnya, LPSK bersama KPK mengajukan permohonan agar Rosa diberikan pengurangan hukuman (remisi) yang diharapkan bisa berujung ke pembebasan bersyarat.

Eksepsi adalah suatu tangkisan atau sanggahan yang tidak menyangkut pokok perkara. Eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan isi gugatan yang dibuat penggugat dengan cara mencari kelemahan-kelemahan ataupun hal lain diluar gugatan yang dapat menjadi alasan menolak/menerima gugatan.
Eksepsi dibagi menjadi 2 :
  1. Eksepsi Absolut ( menyangkut kompetensi pengadilan ) yakni :
a. Kompentensi absolut (pasal 134 HIR/Pasal 160 RBG) Kompentensi absolut dari pengadilan adalah menyangkut kewenangan dari jenis pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara) termasuk juga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Daerah (P4D)/ Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Pusat (P4P) & wewenang Kantor Urusan Perumahan (KUP)
b. Kompentensi Relatif ( Psl. 133 HIR/Psl59 RBG/Putusan MA-RI tgl 13-9-1972 Reg. NO. 1340/K/Sip/1971 ) Kompentensi relatif adalah menyangkut wewenang pengadilan. Eksepsi kompentensi relatif diajukan sebagi keberatan pada saat kesempatan pertama tegugat ketika mengajukan JAWABAN. Eksepsi Absolut yang menyatakan Pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara ( Eksepsi van onbevoegdheid )
  1. Eksepsi Relatif : adalah suatu eksepsi yang tidak mengenai pokok perkara yang harus diajukan pada jawaban pertama tergugat memberikan jawaban meliputi :
a. Declinatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwewang memeriksa perkara /gugatan batal/perkara yang pada hakikatnya sama dan/atau masih dalam proses dan putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
b. Dilatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang tidak menyangkut gugatan pokok sama sekali atau gugatan premature.
c. Premtoire Exceptie : Adalah eksepsi menyangkut gugatan pokok atau meskipun mengakui kebenaran dalil gugatan, tetapi mengemukan tambahan yang sangat prinsipal dan karenanya gugatan itu gagal
d. Disqualification Exceptie : Adalah eksepsi yang menyatakan bukan pengugat yang seharusnya mengugat, atau orang yang mengajukan gugatan itu dinyatakan tidak berhak.
e. Exceptie Obscuri Libelli : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat kabur ( Psl 125 ayat (1) HIR/Ps 149 ayat (1) RBG
f. Exceptie Plurium Litis Consortium : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa seharusnya digugat yang lain juga digugat. Hal ini karena ada keharusan para pihak dalam gugatan harus lengkap.
g. Exeptie Non–Adimpleti Contractus : Adalah eksepsi yang menyatakan saya tidak memenuhi prestasi saya, karena pihak lawan juga wanpresetasi. Keadaan ini dapat terjadi dalam hal persetujuan imbal balik.
h. Exceptie : yang menyatakan bahwa perkara sudah pernah diputus dan telah mempunyai hukum tetap (azas ne bis in idem atau tidak dapat diadili lagi) Psl. 1917 BW ne bis in idem terjadi bila tututan berdasarkan alasan yang sama, dimajukan oleh dan terhadap orang yang sama dalam hubungan yang sama.
i. Exceptie Van Litispendentie : Adalah Eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang sama masih tergantung/masih dalam proses keadilan (belum ada kepastian hukum)
j. Exceptie Van Connexteit : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa perkara itu ada hubungannya dengan perkara yang masih ditangani oleh pengadilan/Instansi lain dan belum ada putusan.
k. Exceptie Van Beraad : Adalah Eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan belum waktunya diajukan
Eksepsi relatif tidak hanya terbatas pada alasan–alasan seperti diatas. Dalam praktek dapat juga menjadi alasan mengajukan eksepsi relatif sebagai berikut :
a. Posita dan Petitum berbeda, misalkan terdapat hal–hal yang dimintakan dalam pentitum padahal sebelumnya hal itu tidak pernah disinggung dalam posita, Petitum tidak boleh lebih dari posita.
b. Kerugian tidak dirinci : dalam hal timbulnya kerugian harus dirinci maka kerugian mana harus dirinci satu persatu. Jika tidak dirinci dalam gugatan juga menjadi alasan mengajukan eksepsi.
c. Daluwarsa : suatu gugatan yang diajukan telah melebihi tenggang waktu Daluwarsa , maka hal tersebut menjadi alasan eksepsi.
d. Kualifikasi perbuatan Tergugat tidak jelas : Perumusan perbuatan/kesalahan tergugat yang tidak jelas akan menjadi alasan tergugat untuk mengajukan eksepsi.
e. Obyek gugatan tidak jelas : Obyek gugatan harus jelas, dapat dengan mudah dimengerti dan dirinci ciri–cirinya. Ketidak-jelasan obyek gugatan akan menjadi alasan bagi Tergugat mengajukan eksepsi.
f. Dan lain-lain eksepsi : eksepsi tersebut berbeda dengan jawaban (sangkalan) yang ditujukan terhadap pokok perkara. Sebaliknya eksepsi adalah eksepsiyang tiudak menyangkut perkara. Eksepsi yang diajukan tergugat kecuali mengenai tidak berwenangnya hakim (eksepsi absolut) tidak boleh diusulkan dan dipertimbangkan secara terpisah–pisah tetapi harus bersama–sama diperiksa dan diputuskan dengan pokok perkara (Pasal 136 HIR/Psl 162 RBG). Intisari dari isi eksepsi adalah agar Pengadilan menyatakan tidak dapat menerima atau tidak berwenang memeriksa perkara ( Psl 1454,Psl 1930,Psl 1941 BW, Psl 125/Psl 149 RBG, Ps 133 HIR/Psl 159 RBG dan Psl 136/Psl 162 RBG)
Sumber: http://rgs-artikel-hukum.blogspot.com/2010/02/eksepsi-dalam-hukum-acara-perdata.html
  1. P-1 Penerimaan Laporan (Tetap)
  2. P-2 Surat Perintah Penyelidikan
  3. P-3 Rencana Penyelidikan
  4. P-4 Permintaan Keterangan
  5. P-5 Laporan Hasil Penyelidikan
  6. P-6 Laporan Terjadinya Tindak Pidana
  7. P-7 Matrik Perkara Tindak Pidana
  8. P-8 Surat Perintah Penyidikan
  9. P-8A Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan
  10. P-9 Surat Panggilan Saksi / Tersangka
  11. P-10 Bantuan Keterangan Ahli
  12. P-11 Bantuan Pemanggilan Saksi / Ahli
  13. P-12 Laporan Pengembangan Penyidikan
  14. P-13 Usul Penghentian Penyidikan / Penuntutan
  15. P-14 Surat Perintah Penghentian Penyidikan
  16. P-15 Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara
  17. P-16 Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana
  18. P-16A Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
  19. P-17 Permintaan Perkembangan Hasil Pennyidikan
  20. P-18 Hasil Penyidikan Belum Lengkap
  21. P-19 Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi
  22. P-20 Pemberitahuan bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis
  23. P-21 Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap
  24. P-21A Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap
  25. P-22 Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
  26. P-23 Surat Susulan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
  27. P-24 Berita Acara Pendapat
  28. P-25 Surat Perintah Melengkapi Berkas Perkara
  29. P-26 Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
  30. P-27 Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penuntutan
  31. P-28 Riwayat Perkara
  32. P-29 Surat Dakwaan
  33. P-30 Catatan Penuntut Umum
  34. P-31 Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (APB)
  35. P-32 Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk Mengadili
  36. P-33 Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara APB / APS
  37. P-34 Tanda Terima Barang Bukti
  38. P-35 Laporan Pelimpahan Perkara Pengamanan Persidangan
  39. P-36 Permintaan Bantuan Pengawalan / Pengamanan Persidangan
  40. P-37 Surat Panggilan Saksi Ahli / Terdakwa / Terpidana
  41. P-38 Bantuan Panggilan Saksi / Tersngka / terdakwa
  42. P-39 Laporan Hasil Persidangan
  43. P-40 Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap Penetapan Ketua PN / Penetapan Hakim
  44. P-41 Rencana Tuntutan Pidana
  45. P-42 Surat Tuntutan
  46. P-43 Laporan Tuntuan Pidana
  47. P-44 Laporan Jaksa Penuntut Umum Segera setelah Putusan
  48. P-45 Laporan Putusan Pengadilan
  49. P-46 Memori Banding
  50. P-47 Memori Kasasi
  51. P-48 Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan
  52. P-49 Surat Ketetapan Gugurnya / Hapusnya Wewenang Mengeksekusi
  53. P-50 Usul Permohanan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
  54. P-51 Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat
  55. P-52 Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat
  56. P-53 Kartu Perkara Tindak Pidana

Sumber Kutipan :
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2010/08/kode-administrasi-perkara-pidana-di.html

Upaya percepatan penyelesaian perkara terus menerus dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kali ini, pendekatan yang tempuh MA melalui pengaturan prosedur kelengkapan berkas permohonan kasasi dan peninjauan kembali. Melalui SEMA No 14 Tahun 2010, MA mewajibkan pengadilan untuk menyertakan dokumen elektronik dalam berkas permohonan kasasi dan peninjauan kembali. Pengabaian ketentuan ini akan berakibat dikembalikannya berkas tersebut ke pengadilan pengaju, atau dengan kata lain berkas dinyatakan tidak lengkap. Ketentuan ini akan mulai berlaku 1 Maret 2010.
Lahirnya SEMA yang bertitel Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali tersebut dilatarbelakangi pada alasan meningkatkan efisiensi proses minutasi perkara. Berdasarkan data pada kepaniteraan MA, rata-rata waktu penyelesaian berkas setelah diputus masih memerlukan waktu diatas 3 (tiga) bulan. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan putusan, dilakukan pengetikan kembali dakwaan, memori kasasi, gugatan, dll yang jumlahnya bisa berpuluh bahwa ratusan halaman.
Beberapa poin penting dari SEMA Nomor 14 Tahun 2010 tertanggal 30 Desember 2010, adalah sebagai berikut:

Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2011 seluruh berkas kasasi/peninjauan kembali yang diajukan ke Mahkamah Agung harus menyertakan dokumen elektronik (compact disc, flash disc, e-mail, dll) sebagai berikut:

Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara perdata/perdata khusus/ perdata agama/tata usaha negara/pajak, meliputi: putusan pengadilan tingkat pertama, dan putusan pengadilan tingkat banding.
Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara pidana/ pidana khusus/ militer, meliputi: putusan pengadilan tingkat pertama putusan pengadilan tingkat banding, dan surat dakwaan jaksa.
Keberadaan dokumen elektronik tersebut menjadi kelengkapan dari bundel B, sehingga apabila dokumen elektronik tersebut tidak disertakan dalam berkas, Mahkamah Agung akan menyatakan berkas tersebut tidak lengkap dan dikembalikan ke pengadilan pengaju;
Selain itu, mengingat pentingnya naskah memori kasasi/Peninjauan Kembali dalam upaya meningkatkan efisiensi proses pemberkasan, maka setiap Ketua Pengadilan diharapkan bisa mendorong agar para pihak dapat menyerahkan juga softcopy memori Kasasi/Peninjauan Kembali bersamaan dengan penyerahan berkas (hard copy) memori Kasasi/Peninjauan Kembali.
Untuk itu diperintahkan kepada seluruh Ketua Pengadilan tingkat pertama dan banding dari empat lingkungan peradilan untuk memastikan bahwa unit kerja yang berada di bawah kewenangan pembinaannya sebagai berikut:
  • secara teratur menyelenggarakan pengelolaan naskah elektronik putusan pengadilannya sebagai bagian dari pengelolaan pengarsipan.
  • memastikan kepatuhan pengiriman dokumen elektronik pada berkas Kasasi/ Peninjauan Kembali.
  • melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan dan kelancaran proses pengelolaan dan pengiriman naskah elektronik di pengadilan.
Untuk detail teknis pelaksanaan prosedur pengiriman, Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia akan mengatur prosedur dan tata kelola naskah elektronik dan secara berkala meninjau dan mengatur ulang prosedur tersebut pada tingkat pengadilan tingkat pertama, banding dan Mahkamah Agung.

sumber ; http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id

Hukum Perjanjian

Posted: February 8, 2013 in Ilmu Hukum
Tags:

Pengertian Perjanjian

Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW).

Asas Hukum Perjanjian

Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian,
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.(lihat Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata).

Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. (Lihat Pasal 1338 KUHPerdata). “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”

Asas Iktikad Baik (Goede Trouw) 

Asas Itikad Baik Nisbi
Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.

Asas Itikad Baik Mutlak
Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

Asas Kepribadian (Personalitas)

Pasal 1315 KUHPerdata
Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

Pasal 1340 KUHPerdata
Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Kecuali untuk kepentingan pihak ketiga (lihat Pasal 1317 KUH Perdata).

Syarat Sah Perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata)

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
  2. Cakap untuk membuat perikatan;
  3. Suatu hal tertentu;
  4. Suatu sebab atau causa yang halal.

Penjelasan

  1. Adanya Kesepakatan antara Para Pihak
  2. Telah Dewasa/Sudah Menikah dan tidak dibawah Pengampuan
  3. Adanya obyek yang di perjanjikan
  4. Tidak melanggar Undang-undang.

Akibat Perjanjian

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.

Berakhirnya Perjanjian

Perjanjian berakhir karena :

a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus; (Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata).
d. pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja;
e. putusan hakim;
f. tujuan perjanjian telah tercapai;
g. dengan persetujuan para pihak (herroeping).

Perjanjian yang di kenal di masyarakat

Perjanjian Nominaat 

Perjanjian yang dikenal di dalam KUH Perdata.

Yang Termasuk Perjanjian Nominaat
Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang, dan perdamaian.

Perjanjian Inominaat

Perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat. Perjanjian innominaat ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan.
Yang termasuk Perjanjian Inominaat
kontrak production sharing, kontrak joint venture, kontrak karya, leasing, bell sewa, franchise, kontrak rahim, dan lain-lain.

Sumber : http://aryasono.blogspot.com

Amicus Curiae

Posted: February 8, 2013 in Ilmu Hukum
Tags:
Amicus Curiae”
Merupakan istilah latin yang mungkin jarang terdengar di pengadilan Indonesia. Amicus Curiae merupakan konsep hukum yang berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikkan dalam tradisi common law, yang mengizinkan pengadilan untuk mengundang pihak ketiga untuk menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang belum familiar.Amicus Curiae yang dalam bahasa Inggris disebut “friend of the court”, diartikan : “someone who is not a party to the litigation, but who believes that the court’s decision may affect its interest”.
Terjemahan bebas, amicus curiae adalah friends of the court atau “sahabat pengadilan”, dimana, pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Miriam Webster Dictionary memberikan definisi amicus curiae sebagai “one (as a professional person or organization) that is not a party to particular litigation but that is permitted by the court to advise it in respect to some matter of law that directly affects the case in question”.
Dengan demikian, amicus curiae disampaikan oleh seseorang yang tertarik dalam mempengaruhi hasil dari aksi, tetapi bukan merupakan pihak yang terlibat dalam suatu sengketa ; seorang penasihat kepada pengadilan pada beberapa masalah hukum yang bukan merupakan pihak untuk kasus yang biasanya seseorang yang ingin mempengaruhi hasil perkara yang melibatkan masyarakat luas. Dalam tradisi common law, mekanisme amicus curiae pertama kali diperkenalkan pada abad-14. Selanjutnya pada abad ke-17 dan 18, partisipasi dalam amicus curiae secara luas tercatat dalam All England Report. Dari laporan ini diketahui beberapa gambaran berkaitan dengan amicus curiae :
  1. fungsi utama amicus curiae adalah untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu;
  2. amicus curiae, berkaitan dengan fakta-fakta dan isu-isu hukum, tidak harus dibuat oleh seorang pengacara (lawyer);
  3. amicus curiae, tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus;
  4. izin untuk berpartisipasi sebagai amicus curiae
Di Amerika Serikat, sebelum terjadinya kasus Green v. Biddle pada awal abad ke-19, lama sekali pengadilan menolak untuk memperbolehkan partisipasi amicus curiae dalam proses peradilan. Namun, sejak awal abad 20 amicus curiae memainkan memainkan peranan penting dalam kasus-kasus hak sipil dan aborsi. Bahkan, dalam studi yang dilakukan tahun 1998, amicus curiae, telah berpartisipasi dalam lebih dari 90 persen kasus-kasus yang masuk ke Mahkamah Agung.

Perkembangan terbaru dari praktik amicus curiae adalah diterapkannya amicus curiae dalam penyelesaian sengketa internasional, yang digunakan baik oleh lembaga-lembaga negara maupun organisasi internasional. Sementara untuk Indonesia, amicus curiae belum banyak dikenal dan digunakan baik oleh akademisi maupun praktisi. Sampai saat ini, baru dua amicus curiae yang diajukan di Pengadilan Indonesia, amicus curiae yang diajukan kelompok penggiat kemerdekaan pers yang mengajukan amicus curiae kepada Mahkamah Agung terkait dengan peninjauan kembali kasus majalah Time versus Soeharto dan amicus curiae dalam kasus ” Upi Asmaradana ” di Pengadilan Negeri Makasar, dimana amicus curiae diajukan sebagai tambahan informasi buat majelis hakim yang memeriksa perkara.

Walaupun amicus curiae belum dikenal dalam sistem hukum Indonesia, dengan berpegang pada ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi ” Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat “, sebagai dasar hukum pengajuan amicus curiae, maka tidak berlebihan apabila mekanisme ini dapat digunakan sebagai salah satu strategi untuk mengklarifikasi prinsip-prinsip hukum dan konstitusi, terutama kasusu-kasus yang melibatkan berbagai UU atau pasal yang kontroversial. “Pidana Penghinaan adalah Pembatasan Kemerdekaan Berpendapat yang Inkonstitusional” Amicus Curiae (Komentar Tertulis) diajukan oleh : ELSAM, ICJR, IMDLN, PBHI dan YLBHI atas Kasus : “Prita Mulyasari Vs. Negara Republik Indonesia” di Pengadilan Negeri Tangerang Nomor Perkara : 1269/PID.B/2009/PN.TNG, Jakarta, Oktober 2009.

Sumber: http://rgs-artikel-hukum.blogspot.com/2010/10/amicus-curiae.html

The Miranda Rights

Posted: February 8, 2013 in Ilmu Hukum
Tags:
Kalau anda sering menonton film Amerika yang menyangkut penjahat dan polisi, pasti anda pernah mendengar kata-kata yang diucapkan polisi ketika menangkap seorang tersangka yang berupa : “You have the right to remain silent. Anything you say can be used against you in a court of law”. Jika diterjemahkan kira-kira akan memiliki arti : “Anda punya hak untuk berdiam diri, dan apapun yang anda katakan bisa dipakai sebagai bukti di muka pengadilan untuk memberatkan kasus anda”.
Kalimat diatas adalah bagian dari apa yang dikenal dalam hukum Amerika sebagai Miranda Rights atau Hak-Hak Miranda, yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam sebuah keputusannya pada tahun 1966. Pada hakekatnyaHak-hak Miranda adalah jaminan bahwa tersangka tidak boleh dipaksa membuat pernyataan di luar pengadilan, yang akan merugikan dirinya sendiri. Namun sekarang telah banyak kelompok kepolisian, para penyelidik kejahatan [investigator] dan perkumpulan jaksa penuntut umum, meminta kepada Mahkamah Agung supaya mencabut atau membatalkan Hak-Hak Miranda itu, dengan alasan bahwa “hak tersebut hanya merugikan masyarakat banyak, khususnya para korban kejahatan”.
Paul Cassel adalah seorang pengacara dan Guru Besar ilmu hukum di Universitas Utah. Dia adalah pendorong utama untuk dihapuskannya kewajiban polisi memberi tahu tersangka akan hak tersebut. Cassel mengutip sebuah kasus dimana seorang terdakwa dibebaskan dari tuduhan pembunuhan, karena polisi tidak membacakan Hak-Hak Miranda, sebelum dia memberikan pengakuan.
Menurut para pendukung peraturan itu, peringatan untuk tidak membuat pernyataan atau pengakuan yang akan merugikan diri sendiri itu, sangat penting untuk menjamin integritas polisi yang melakukan pemeriksaan awal. Tanpa Miranda Rights, menurut American Civil Liberties Union, sebuah kelompok pembela hak asasi yang kuat, dikhawatirkan akan terjadi kasus-kasus pemaksaan ataupun penyiksaan yang dilakukan oleh polisi yang sedang berupaya untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka.
Kongres Amerika dalam tahun 1968 sebetulnya telah mengeluarkan sebuah keputusan yang pada dasarnya membatalkan Hak-Hak Miranda, dengan mengatakan, pengadilan akan mempertimbangkan pengakuan seorang terdakwa yang di berikan kepada polisi, asal saja pengakuan itu dilakukan secara sukarela, artinya tanpa paksaan.
Menurut Departemen Kehakiman, Hak-Hak Miranda itu dibuat berdasarkan Amandemen ke-5 Undang-undang Dasar Amerika yang menjamin hak tersangka untuk tidak memberikan kesaksian atau pernyataan yang merugikan diri sendiri. Karena adanya keraguan akan keabsahan keputusan Kongres tahun 1968 itulah, maka tujuh pemerintahan Amerika yang telah berkuasa sejak itu tidak pernah berusaha untuk memberlakukannya. Menurut Para Pengacara Departemen Kehakiman, karena Miranda Rights dibuat berdasarkan Undang-undang Dasar, maka Kongres tidak punya hak untuk membatalkannya. Tapi kendati The Fraternal Order of Police, perkumpulan polisi terbesar di Amerika dan kelompok-kelompok petugas hukum lainnya yang punya anggota dalam jumlah ratusan ribu, keberatan untuk terus diberlakukannya Miranda Rights, namun tidak semua petugas kepolisian sepakat. Harian Washington Post mengutip Charles A. Moose, kepala Polisi di Montgomery dekat Washington, mengatakan, polisi telah terbiasa dengan pelaksanaan Hak-Hak Miranda itu, selama lebih dari satu generasi.
ISTILAH MIRANDA RIGHTS diambil dari nama Ernesto Miranda, seorang laki-laki berumur 23 tahun yang ditangkap polisi di Phoenix atas tuduhan memperkosa seorang perempuan dalam tahun 1963. Ketika diperiksa polisi, Ernesto Miranda mula-mula mengatakan tidak bersalah, tapi kemudian memberikan pengakuan tertulis bahwa dialah pelakunya. Waktu itu polisi tidak memberi tahu Miranda bahwa dia punya hak untuk tidak membuat pernyataan yang akan memberatkan dirinya, dan bahwa dia punya hak untuk didampingi seorang pengacara. Setelah pengadilan menjatuhkan hukuman, Ernesto Miranda naik banding dengan mengatakan hak-haknya yang dijamin oleh Undang-undang Dasar telah dilanggar; sehingga Mahkamah Agung memutuskan pada tahun 1966, semua tersangka yang ditangkap polisi harus diberi tahu tentang hak-hak yang dimilikinya, dan sejak itulah muncul istilah Miranda Rights.

Apa itu Somasi ?

Posted: February 8, 2013 in Ilmu Hukum
Tags:

Somasi merupakan peringatan atau teguran agar debitur berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi.

Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPer yang menyatakan:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”

Selanjutnya, dalam Pasal 1243 KUHPer diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi.

Somasi bersifat memberikan peringatan. Hal ini dilakukan terhitung sejak saat jatuh tempo atau saat dimana si pihak yang menerima seharusnya telah melakukan pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian atau menurut undang-undang.

Karena bersifat peringatan, maka somasi harus melalui surat tertulis. Waktu yang diberikan kepada pihak yang mempunyai kewajiban untuk memenuhi hutangnya itu, haruslah waktu yang sepantasnya menurut keadaan tertentu. Yaitu, dengan melihat kepentingan pihak yang mempunyai kewajiban dengan kepentingan pihak yang mempunyai hak secara seimbang.

Oleh karena itu, fungsi utama dari suatu somasi bagi yang mempunyai hak adalah untuk menyatakan lalainya pihak yang mempunyai kewajiban.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa somasi merupakan upaya dari seseorang yang terikat perjanjian untuk mengingatkan pihak lainnya agar memenuhi kewajiban yang telah disepakati karena terjadi kelalaian yang dilakukan oleh pihak yang berkewajiban untuk bersikap tindak sesuai perjanjian yang telah dibuat.

Somasi sering disebut juga sebagai peringatan tertulis, karena kedua pihak setuju untuk melakukan sesuatu namun salah satu pihak lalai dalam pelaksanaannya sehingga merugikan pihak lainnya.

Contoh Somasi

Jakarta,___

Kepada Yth,
Nama ___
Alamat___
di
Jakarta

Perihal : Jatuh tempo jangka waktu Pinjam-Pakai

Dengan hormat,

Sehubungan dengan ketentuan Perjanjian Pinjam Pakai No__ (selanjutnya disebut “Perjanjian”) oleh dan antara Mr X  dengan saya, bersama ini saya sampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Bahwa Jangka waktu Perjanjian berdasarkan Pasal __ sudah melewati __ hari masa berlakunya.
  2. Bahwa sampai hari ini, Mr X belum mengosongkan obyek Perjanjian.
  3. Oleh karena itu sebelum menempuh langkah hukum lebih lanjut, kami minta dengan hormat kepada Mr X, selambat-lambatnya pada tanggal ___ Mr X harus mengosongkan obyek Perjanjian.

Harap maklum.

Hormat saya,

Yusty Purba

 

 

 

Sumber : http://si-andri.blogspot.com dan HukumOnline

kompas

 

 

Hai teman Kampus!

Masa muda adalah masa dimana kita bisa mencurahkan segala kreativitas dan prestasi sebagai wujud apresiasi diri yang lebih baik. Keinginan untuk lebih maju, berkembang dan mencoba segala hal baru yang lebih menantang pada berbagai kesempatan positif ada pada masa ini. Dengan latar belakang ini, Harian Kompas dan Tupperware Indonesia menyelenggarakan kegiatanCampus Competition – Green Living n Youth Creativity “Gaya Hidupku, Gaya Hidup Hijau” yang didedikasikan untuk para mahasiswa sebagai wadah berkreativitas.

Adapun persyaratan kompetisi tersebut sebagai berikut :

  • Peserta terdiri atas 1 (satu) tim BEM/UKM/Himpunan Jurusan/Kelompok Mahasiswa dari 1 (satu) universitas.
  • Setiap tim terdiri dari minimal 5 (lima) orang dan maksimal 10 (sepuluh) orang mahasiswa.
  • Setiap tim dapat melibatkan anggotanya yang berada di bawah stuktural organisasi universitas bersangkutan.
  • Setiap universitas diperbolehkan mengirimkan lebih dari 1 (satu) tim.
  • Peserta adalah mahasiswa aktif dari 1 (satu) universitas, dan telah mendapatkan surat persetujuan dari universitas (dibuktikan melalui surat keterangan dari pejabat kampus setempat dan minimal ditandatangani Rektor/Dekan).
  • Mengisi formulir pendaftaran beserta foto masing-masing tim (dilengkapi dengan materai Rp 6000,-)
  • Event tersebut harus dilakukan di area kampus.
  • Setiap tim harus memastikan lokasi venue disertai dengan perijinan penggunaan sesuai tanggal yang direncanakan.
  • Tim yang terpilih akan diberikan dana sponsorship senilai Rp. 40.000.000,- sebagai modal dasar event (sudah termasuk dalam package event).
  • Setiap tim dapat mencari sponsor tambahan dengan ketentuan kontraprestasi yang didapatkan oleh sponsor tersebut berupa item promo/branding di venue.
  • Setiap tim wajib mengirimkan rencana anggaran produksi event (dilampirkan dalam proposal kegiatan).
  • Konsep event diserahkan sepenuhnya kepada peserta selama kegiatan bersifat edukatif dan dapat mengakomodasi kebutuhan Kompas dan Tupperware.
  • Target audience minimal 1.000 orang per hari selama 2 hari, total 2.000 orang per event.
  • Kompas dan Tupperware mendapatkan slot branding dan sosialisasi produk selama event dilaksanakan.
  • Aktivitas CSR di area kampus yang bertemakan “Green Living n’ Youth Creativity, Gaya Hidupku Gaya Hidup Hijau” dan didalamnya terdapat talkshow oleh Kompas dan Tupperware.
  • Aktivitas CSR diharapkan adalah program yang sudah pernah atau sedang dijalankan di kampus tersebut.
  • “Green Competition” wajib diadakan dalam kegiatan. Penjurian kompetisi event dilakukan oleh pihak Kompas dan Tupperware.
  • Setiap proposal wajib menyelenggarakan workshop dengan kategori sebagai berikut (penulisan, fotografi, ilustrasi dan desain grafis)
  • Exhibition, entertainment/creativity wajib diadakan dengan tema “Green Living n’ Youth Creativity, Gaya Hidupku Gaya Hidup Hijau”
  • Tim yang bersangkutan harus memiliki 1 (satu) orang pendamping/dosen
  • Setiap tim dapat mengunduh panduan event “Green Living n’ Youth Creativity, Gaya Hidupku Gaya Hidup Hijau” di http://www.kompaskampus.com mulai tanggal 29 Januari 2013
  • Setiap tim yang sudah mendaftar wajib follow twitter @kompaskampus dan facebook http://www.facebook.com/kompaskampus.
  • Melakukan konfirmasi pendaftaran ke email : kompaskampus@gmail.com, Subject : DAFTAR GLNYC 2013 paling lambat  22 Februari 2013
  • Pengiriman proposal lomba ke email : kompaskampus@gmail.com, Subject : GLNYC 2013 / KAMPUS / TIM / NAMA CP / HANDPHONE CP. Paling lambat tanggal 1 Maret 2013 pukul 18.00 WIB

 

Ayo ikutan!! Kreasikan Idemu dan ajak temanmu juga untuk mendukung Komitmen Kompas Kampus dan Tupperware untuk mewujudkan Gaya Hidupku Gaya Hidup Hijau Indonesia, Kini dan nanti! dan Menangkan Hadiah Puluhan Juta Rupiah!!!

Syarat & Ketentuan Lengkap Lomba dapat di download disini:

Formulir dan Persyaratan Campus Competition 2013

Video Panduan Campus Competition 2013

politik

 

Lomba menulis nasional 2013 dengan tema “Ketika Generasi Muda Berbicara Politik” diadakan pada periode waktu 1 Februari – 31 Maret 2013.

Kehidupan berdemokrasi yang mencakup kebebasan dalam mengemukakan pendapat harus diikuti oleh kebebasan seseorang dalam beropini, termasuk kebebasan bagi insan muda untuk menyuarakan pendapatnya di dalam dunia politik.Lomba Tulis Nasional 2013 ini mengusung tema “Ketika Generasi Muda Berbicara Politik” bertujuan untuk melihat pendapat insan muda dalam menyuarakan hak mereka terhadap permasalahan ini dan apa kata mereka mengenai politik yang sering dinilai untuk ukuran orang yang lebih dewasa.

Ketentuan Esai:

Menulis sebuah esai mengenai pendapat kamu, apakah boleh seorang remaja membicarakan politik di masa kini mengingat banyaknya anggapan politik adalah untuk orang dewasa dan cukup terlihat generasi muda yang terlibat dalam dunia perpolitikan di masa kini. Esai disesuaikan dengan keadaan masa kini, memiliki argumentasi yang logis, dan kreatif.

Aturan Penulisan:

Esai diketik sepanjang 1.000-1.500 kata. Tidak boleh melebihi 1.500 kata.

Esai diketik di atas kertas A4 dengan huruf Times New Roman 12 pts, justified, margin normal.

Esai diketik dalam Bahasa Indonesia, berdasarkan kaidah tata bahasa dan tidak mengandung unsur SARA, menjual produk, atau bersifat provokatif negatif.

Naskah harus asli buatan sendiri, bukan saduran atau jiplakan dan belum pernah dipublikasikan di media massa atau blog. Konsekuensi atas terjadinya hal ini adalah tanggung jawab penulis dan akan didiskualifikasi.

Satu peserta diperkenankan untuk mengirimkan maksimal dua naskah.

Esai yang masuk menjadi hak terbit Panitia Lomba Tulis Nasional dan berhak untuk mempublikasikannya. Hak cipta tetap pada penulis.

Dengan mengirimkan esai kepada panitia berarti peserta sudah menyetujui aturan yang ditentukan oleh panitia.

Peserta diwajibkan mencantumkan nama lengkap, alamat surat-menyurat, tempat tanggal lahir, profesi, alamat sekolah atau universitas, dan nomor telepon/HP yang dapat dihubungi. Bila ada, info tulisan yang pernah dipublikasikan di media massa.

Kirimkan esaimu dalam format attachment (.doc atau .docx) keltn_2013@yahoo.com dengan subjek: LTN 2013 [judul naskah] – [nama penulis].

Periode lomba: 1 Februari- 31 Maret 2013

Keputusan juri bersifat mengikat dan tidak dapat diganggu gugat.

Hadiah:

Kategori A (15-18 tahun):

  • Juara Umum: Rp 2.000.000,00
  • Juara Favorit: Rp 1.500.000,00

Kategori B (19-25 tahun):

  • Juara Umum: Rp 1.500.000,00
  • Juara Favorit: Rp 1.000.000,00

Contact Person:

  • Tasia (085624174973)
  • Siska (085721553663)